Pages

Subscribe:

Sabtu, 21 Juli 2012

SEJARAH PENEBANGAN HUTAN DI JAWA



            Sebenarnya ada waktu dimana hamper seluruh Jawa pernah ditutup oleh berbagai bentuk hutan dengan tipe yang ditentukan oleh ketinggian, musim, dan jenis tanah. Pengaruh kehidupan manusia terhadap hutan dan flora yang ada di dalamnya mungkin dimulai setelah alat-alat pemotong dan api tersedia. Kehilangan sebagian besar hutan lahan pertama mungkin terjadi setelah kayu jati diperkenalkan pada  tahun awal-tahun awal terjalinnya hubungan dengan kerajaan-kerajaan  Hindu (200-400 M). menjelang tahun 1000 M saja sudah ada sekitar 1,5 juta ha hutan jati (yang sama besarnya dengan kehilangan hutan dataran rendah di atas tanah vulkanik, alluvial, dan tanah berbatu kapur). Hutan-hutan ini sudah pernah dikelola, dan sekitar tahun 900 M terdapat jabatan “Tuan Pemburu” yang disebutkan dalam sebuah naskah Jawa; pejabat “Tuan Pemburu”  ini diyakini pula berkaitan dengan kegiatan-kegiatan kehutanan.
            Pada masa candi-candi Hindu-Budha dibangun di Jawa tengah cukup banyak hutan berharga di datarn alluvial daerah pantai yang ditebang. Penanaman padi beririgasi telah diperkenalkan lebih dari seribu tahun yang lalu dan mungkin pelaksanaannya terbatas di lereng-lereng bagian bawah dari daerah-daerah gunung berapi dan bukit-bukit berbatu kapur.
            Sebelum pengawasan dilakukan oleh Belanda, kayu jati digunakan untuk membuat perahu oleh penduduk asli. Selama awal penjajahan Belanda, kayu jati dieksploitasi lebih banyak lagi untuk berbagai keperluan, tetapi tidak dengan cara yang lestari. Hanya sedikit lahan yang ditanami pohon-pohon jati karena pohon ini tampak sangat melimpah. Perubahan besar mulai terjadi pada tahun 1830 ketika peraturan pemerintah Belanda memberlakukan kebijakan tanam paksa (cultuurstelsel) yang memaksa para petani untuk menanam tanaman ekspor diantara tanaman pangan yang ditanam di atas tanah milik bersama (umumnya hutan) dengan system tumpangsari. Kebijakan ini bukannya membuat penduduk mempunyai cukup cadangan pangan dan surplus barang-barang untuk diperdagangkan tetapi para penduduk malahan harus menanam tanaman perdagangan dengan mengorbankan tanaman pangannya untuk memuaskan keinginan orang-orang yang tinggal jauh (Eropa).
            Jumlah penduduk bertambah dengan cepat dan tanah Jawa segera menjadi penuh dan sesak. Hal ini memaksa petani untuk mengembangkan bentuk pertanian yang lebih intensif lagi, dan menyembunyikan perkembangan kapitalis pribumi dan pengusaha kota- suatu proses yang disebut “Involusi Pertanian”. Produksi nila dan gula membutuhkan cukup banyak kayu bakar sehingga semakin menghabiskan hutan-hutan campuran maupun hutan jati. Junghuhn (1854) menemukan bahwa eksploitasi kayu bakar secara berlebihan serta konversi hutan menjadi kebun kopi merupakan penyebab merupakan penyebab penggunduluan hutan di dataran tinggi. Dia juga telah melakukan perjalanan mengelilingi Jawa dan menemukan beberapa gunung benar-benar gundul tidak berhutan mulai dari kaki gunung sampai ke puncaknya (misalnya, Merbau, Sindoro, dan Sumbing). Pembakaran hutan-hutan pegunungan di Jawa Timur dilakukan secara teratur untuk merangsang pertumbuhan padang rumput sebagai tempat berburu. Untuk mengimbangi gambaran ini, Junghuhn juga menggambarkan hutan hutan dataran rendah dan hutan pegunungan yang cukup luas yang belum terganggu. Desktiptif kualitatif tentang bentang lahan Jawa pada abad yang lalu juga memberikan kesan yang sangat jelas tentang betapa besarnya perubahan yang telah terjadi. Misalnya, dataran tinggi Pengalengan yang terletak di sebelah selatan Bandung diantara Gunung Malabar , Gunung Tilu, dan Gunung Wayang tetap memiliki hutan hingga pertengahan abad yang lalu, sampai pada saat daerah-daerah yang lebih datar dibuka untuk perkebunan kopi dan teh.
Pada tahun 1880 seorang penjelajah melaporkan adanya sekawan besar banteng dan segerombol anjing liar di lereng selatan Gunung Malabar yang masih berhutan, dan kebun-kebun kopi yang dilindungi dengan parit-parit dan pagar untuk menajaga agar tanaman ini bebas dari kerusakan yang ditimbulkan oleh badak .
Pada tahun 1870, ketika pelaksanaan tanam paksa berakhir dan Belanda mengizinkan perusahaan-perusahaan swasta baru untuk mengelola perkebunan, lebih dari 300 ribu hektar lahan di  Jawa diadikan kebun kopi. Karena kopi mempunyai pertumbuhan terbaik dalam iklim musiman pada ketinggian 1.000-1.700 mdpl, maka dataran-dataran tinggi yang masih tersisa di Jawa Timur dan Jawa Tengah benar-benar sangata merasakan tekanan yang terus menerus dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Meskipun demikian, sekitar tahun 1885 penyakit cendawan daun menyerang dan mulai menghancurkan seluruh kebun kopi di Jawa, dan selama 50 tahun berikutnya (saat persaingan kopi dengan Brazil meningkat) tempat-tempat yang ditanami kopi telah berkurang hingga yang tersisa sekitar  98 ribu hektar, meskipun pada tahun 1900 didatangkan galur baru yang resisten terhadap penyakit tersebut. Berkahirnya tanam paksa juga menyebabkan tanah milik bersama yang dulu ditanami kopi kemudian diubah menjadi tanah pertanian lahan kering. Cara bertani penduduk dataran tinggi ini, setidak-tidaknya di Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebabkan timbulnya keluhan yang pertama dilontarkan oleh penduduk yang mendiami dataran rendah, karena menyebabkan berkurangnya air yang mengalir ke sungai-sungai. Erosi bukan merupakan masalah besar karena populasi manusia tidak terlalu banyak dan pertanian lahan kering berganti-ganti antara masa tanam dengan masa bera (lahan tidka ditanami). Setengah dari pulau ini, yaitu di bagian utara yang terdiri dari dataran pantai alluvial yang banyak diangkiti malaria, tetap tidak ditanami Karena masalah teknis cara membuat system pengairan di tanah yang datar. Meskipun demikian, antara tahun 1850-an sampai Perang Dunia I, semua tanah di daerah sudah menjadi lahan pertanian.
Sebelum tahun 1850, pembukaan hutan terjadi tanpa adanya petunjuk (atau perhatian) dari pemerintah. namun setelah 80 tahun berikutnya usaha pengubahan hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan benar-benar digalakkan. Berkurangnya hutan menyebabkan binatang-bintang liar berkurang dan beberapa jenis binatang menjadi “hama” karena menjadi pesaing manusia dalam mencari makanan serta tempat hidup. Antara tahun 1898 dan 1937 telah teradi kehilangan hutan alam kira-kira 22.000 km2 , dan bagian terbesar dari kayu-kayu hasil tebangan tersebut digunakan untuk pembangunan jaringan rel kereta api yang sangat panjang. Pengendalian terhadap pengubahan hutan mulai dilakukan antara tahun 1928 dan 1937, kemudian setelah ini bersamaan dengan tingkat pertumbuhan populasi yang tinggi, kehilangan hutan sudah tida dapat dipulihkan lagi. Tindakan tersebut sebagian karena keputusan pemerintah yang kokoh disertai usaha-usaha pelaksanaan tersebut di berbagai daerah, dan sebagian lagi karena keterbatasan akses dan lahan-lahan hutan yang masih tersisa sangat curam, sehingga tidak cocok untuk pertanian dan sebagian besar karena ukuran hutan yang masih tersisa sangat kecil. Peramabahan secara bertahap serta kerusakan yang mencolok terjadi hamper di semua hutan yang maish tersisa. Banyak kegiatan tradisional yang menyebabkan kehilangan kualitas dan kuantitas hutan terus berlangsung, namun sekarang ini intensitasnya bersifat tidak berkelanjutan lagi dan tidka konsisten dengan kebijakan yang dicanangkan oleh pemerintah.
Pola kehilangan hutan di Jawa serupa dengan pola kehilangan hutan di Inggris, walau jangka waktunya mungkin berbeda, dan laju kehilangannya selama 5.000 tahun terakhir ini, sekitar 80% penutupan hutan asli (kayu-kayu liar) yang tumbuh di sana telah hilang selama 2.000 tahun yang lalu, dan dalam 700 tahun terakhir tersisa 10%. Fragmentasi hutan yang sangat parah juga telah terjadi sekitar 83% dari tempat-tempat yang ditumbuhi hutan kuno (yaitu tempat-tempat yang ditumbuhi hutan sejak kurang lebih 1.600 tahun) luasnya kurang dari 20 ha dan hanya 2% hutan yang melebihi luasnya 100 ha. Hal ini menyebabkan keperihatinan yang lebih besar  terhadap Jawa, karena dampak biologis kehilangan hutan di Jawa yang keragaman hayatinya sangat tinggi, jauh lebih besar daripada di Inggris. Sayangnya, banyak hutan yang masih tersisa di Jawa tetap tidak mendapatakan perlindungan yang memadai dan pengrusakan dan pengrusakan hutan di Jawa yang dilakukan tanpa kendali telah dilaporkan oleh banyak orang selama 25 tahun terkahir.
            Pengumpulan kayu bakar adalah salah satu faktor  penting penyebab kehilangan hutan di Jawa, dan sudah berlangsung sejak awal abad ini. Untuk menghadapi masalah ini pemerintah telah memberikan subsidi yang sangat besar untuk harga minyak tanah, yang diharapkan dapat membantu pemerataan pendapatan dan konservasi hutan. Sebenarnya memang tindakan ini masuk akal, hanya tidak mencapai sasaran karena hamper semua rumah tangga menggunakan minyaka tanah untuk penerangan bukan untuk memasak, karena keluarga yang memiliki kompor sangat sedikit (15%) selain itu karena suatu anggapan yang membudaya di masyarakat bahwa memasak dengan menggunakan kayu bakar lebih hemat dibandingkan dengan menggunakan kompor [Sekarang kebijakan terbaru adalah konversi dari minyak tanah ke gas].

Sumber: Whitten, Tony, dkk. Seri Ekologi Indonesia Jilid II: Ekologi Jawa Dan Bali. Jakarta: PT Prehallindo. 1999.

Kamis, 19 Juli 2012

PENDIDIKAN[KU] INGIN KEMANA?


  

sekolah pedalaman
SDN Sumber Salak
Sebuah desa kecil yang sangat jauh dari hiruk pikuk keramaian kota jember dimana perjalanan yang melelahkan untuk sampai ke desa tersebut harus melalui jalan berbatu atau yang sering disebut jalan makadam dengan medan jalan melintasi bukit-bukit, desa sumber salak namanya. Terasa asri jikalau berjumpa dengan desa ini dimana pepohonan hijau masih bisa mendominasi pandangan kita di segala arah, desa yang terletak di kawasan taman nasional meru betiri.
Desa terpencil ini memiliki kisah yang unik dalam menjalani hari-harinya dimana mayoritas kepala keluarga yang tinggal di desa tersebut dihuni oleh keluarga ibu kholik, baik dari ibu kholik sendiri ataupun dari suaminya, walaupun ada beberapa yang di luar dari ikatan keluarga ibu kholik namun hal tersebut masih bisa dihitung jari, sehingga ikatan kekeluargaan yang ada antara satu dengan yang lainnya sangatlah dekat.
Kehidupan sosial disana berjalan normal tanpa ada komplektisitas keinginan yang berlebihan bila dibandingkan dengan warga kota dengan komplektisitas kebutuhannya walaupun secara garis besar hal tersebut hanyalah suatu keinginan nafsu belaka. Pelajaran sederhana adalah suatu pengalaman penting yang didapatkan di desa ini hidup dengan segala keterbatasan secara pemenuhan ekonomi, alam adalah saudara mereka yang bisu yang selalu menyuapi kebutuhan mereka sehari-hari yang diproses melalui perkebunan, jika mereka menginginkan hal yang lebih dari yang ada perjalanan jauh harus mereka tempuh terlebih bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan biaya lebih harus mereka keluarkan untuk melengkapi keinginannya.
sedang belajar
anak-anak SD Sumber Salak yang sedang belajar di luar kelas
Kesederhanaan mereka semakin lengkap dengan adanya penerangan di rumah mereka yang berasal dari jenset, sehingga gelap gulitanya malam dapat dihindari namun sungguh disayangkan pula sebuah titik cahaya harus direnggut di angka 10 karena pada pukul 22.00 kegelapan yang ada di sekitar desa tersebut demi menghemat penggunaan bahan bakar jenset [solar] bahkan kegelapan ini masih terasa hingga adzan subuh terdengar maka sholat subuh di tengah kegelapan adalah suatu hal yang biasabagi mereka.
Namun apakah kegelapan ini juga akan menimpa masa depan mereka yang berproses di bangku pendidikan? di desa tersebut ada satu SDN SUMBER SALAK dimana murid-muridnya berasal dari desa tersebut secara keseluruhan karena tidak mungkin dari desa lain melihat dari lokasi desa ini berjauhan dari desa yang lainnya. Adapun pengelola dari Sekolah Dasar tersebut yang sudah mendapatkan anugerah dari pemerintah berupa sebutan Pegawai Negeri Sipil ini yang dipilih oleh pemerintah yang berasal dari luar desa tersebut.
Ada beberapa keuntungan yang didapatkan dari keputusan pemerintah ini yaitu suatu pembaharuan dimana sebuah pengalaman yang didapatkan dari tempatnya berasal kemudian dibagikan dan riterapkan tentu bisa memberikan dampak yang baik dalam penetuan suatu kebijakan yang baik untuk memberikan terobosan baru untuk memperbaiki mutu pendidikan di Desa Sumber Salak. Mungkin itulah pesan tersirat pemerintah untuk mengutus orang-orang luar yang dianggap mampu membuat suatu pembaharuan terlebih hal tersebut berada di daerah yang tertinggal tentu langkah tersebut menjadi suatu kebijakan yang baik secara teori.
menunggu jam masuk mereka bermain bersama kuda
Secara garis besar tetap kembali kepada personality seseorang dimana jika dia menganggap suatu amanat adalah suatu pesan yang harus disampaikan dan dipertanggungjawabkan sesuai pesan tersebut tentu tidaklah menjadi permasalahan namun hal ini akan menjadi permasalahan yang penting adalah ketika amanat tersebut sudah tidak sesuai dengan apa yang diamanatkan yang memberikan suatu pertanyaan ingin kemankah anak-anak Desa Sumber Salak?.
dia [pengelola sekolah] jarang datang ke sekolah kadang-kadang hanya satu minggu satu kali atau malauh tidak, bahkan kalau sduah musim penghujan dalam satu bulan tidak datang sama sekali, tentunya hal ini berdampak ke murid-murid. Ya memang perjalanan ke sini jauh tapi yang namanya tanggungjawab jadi harus dilaksanakan, kalau terus begitu sama saja makan gaji butaungkap bu kholik.
Sungguh malang mereka yang menuntut ilmu dengan semangat telah menjadi korban tanpa terasa, maka alangkah lebih baiknya pengelola sekolah tersebut berasal dari penduduk setempat yang lebih mngetahui dan mengenal secara psikologis warga dan lingkungan setempat dan juga hal ini menjadi lebih efisien dalam melakukan suatu pengawasan, sedangkan untuk suatu kesetaraan pengajaran akademik bisa dilakukan dengan melakukan training bagi guru-guru dan penyuluhan dari pemerintah.
Tulisan ini merupakan salah satu contoh pendidikan yang ada di indonesia, walaupun dunia pendidikan indonesia semakin berkembang bahkan banyak peminat-peminatnya dan hal tersebut direspon dengan baik oleh pemerintah dimana jumlah PNS yang setiap tahunnya semakin bertambah begitupun nominal gajinya, namun hal tersebut perlu di evaluasi secara bijaksana pertama pendidikan di indonesia.
Dunia pendidikan di Indonesia yang saat ini dapat dikatakan meroket, ternyata perlu dilakukan suatu evaluasi, pertama, mengambil kesempatan dalam kesempitan mungkin istilah ini yang tepat yang ditujukan kepada mereka-mereka yang mengambil keuntungan pribadi dari kesulitan orang lain, dimana seringnya berganti kirikulum yang disarankan oleh pemerintah, tentu ini memberikan suatu dampak yang baik apabila dilihat secara sekilas karena dengan bergantinya kurikulum tentu telah disesuaikan dengan perubahan zaman yang semakin cepat, namun di sisi lain tentu hal ini sangat memberatkan bagi sekolah-sekolah yang berada di pedalaman atau sekolah-sekolah miskin yang ada di pedesaan dimana mereka harus membeli buku-buku baru setiap adanya perubahan terlebih harga-harga buku yang dijual sangat mahal sehingga harus berpikir berulang kali untuk mebeli buku tersebut, ataukah memang hal ini sudah diskenariokan dengan para penerbit buku pelajaran, maka yang timbul adalah penggunaan buku-buku yang lama atau kurikulumnya sudah dapat dikatakan kadarluasa maka dampaknya adalah ketika dilaksanakan ujian semester dimana soal yang mereka terima berasal dari pemerintah daerah padahal sebelumnya telah terjadi perubahan kerikulum sehingga materi soal yang mereka terima berbeda dengan apa yang mereka pelajari sehari-hari apalagi ketika Ujian Akhir Nasional (UAN), tapi untunglah sekarang nilai UAN tidak terlalu memberikan pengaruh besar terhadap kelulusan siswa.
Guru bukanlah profesi melainkan sebagai pengabdian, itulah ungkapan guruku Abdul Malik. Walaupun dikethui bahwa guru juga manusia yang memiliki kebutuhan yang kompleks untuk melengkapi kehidupannya namun perlu disadari pula bahwa yang salah adalah menjadikan guru adalah suatu profesi sebagai lahan mengeruk keuntungan untuk menambah kekayaan, sebagai contohnya adalah pemanfaatan uang siswa yang harus membeli fotokopi soal ulangan harian dengan harga berlipat ganda yang seharusnya harganya berkisar 100-200 rupiah bisa menjadi 1000, 2000 bahkan ada yang sampai 5000 yang tentunya semakin mencekik yang mereka ajari, memberikan segala atribut yang tidak terlalu mempengaruhi kegiatan belajar mengajar dimana dia sendiri yang menjual tentulah hal ini kan memberikan keuntungan di salah satu pihak dengan alasan yang tidak logis. Kemudian dengan banyaknya peminat untuk menjadi seorang guru dimana setiap berbincang dengan mereka yang menempuh keguruan dimana tujuan yang mereka tuju adalah setelah lulus mereka dapat mengajar lalu menjadi PNS dengan membincangkan gaji PNS yang semakin besar terlebih setelah pensiun dia mendapatkan  tunjangan.
Selanjutnya adalah sekolah-sekolah yang berada di daerah pedalaman yang seharusnya mereka disupport secara lebih dengan alasan memberantas kebodohan yang ada di pelosok yang dari gelap menjadi setitik penerang, justru hal tersebut berkebalikan dimana sekolah-sekolah besar yang berada di kota yang membuat sebuah lampu menjadi sedikit lebih terang mendapatkan support yang tinggi dari pemerintah padahal secara independen mereka mampu membiayai keseluruhannya. Ungkapan bangga untuk guru-guru yang aku anggap adalah guru yang sesungguhnya yang membela anak-anak yang berada jauh dari keramaian kota atas kebijakan penyetaraan Ujian Akhir Nasional.
Semoga pendidikan di Indonesia dibawa ke arah yang yang lebih baik dengan meningkatnya kesadaran pentingnya pendidikan bagi seluruh warga Indonesia baik yang berada di pedalaman dan di kota, dengan perkembangan yang diikuti kualitas yang setara dengan apa yang telah dikorbankan.