Ketika
petama kali datang ke Jember ada sesuatu yang mengganjal pemandangan ini
bukanlah debu ataupun kerikil yang mengumpat di sela-sela mataku,namun rasa
aneh ditambah tidak percaya saat melintas Sungai Bedadung saya melihat seorang
bidadari tahun tahun 70-an sedang asyik menikmati dinginnya air Bedadung tanpa
busana. Perasaan bimbangpun datang secara tiba-tiba kata orang ini namanya
rezeki tapi kataku ini kurang beruntung karena target sasaran pandang kurang
muda.
Beberapa
hari kemudian aku lewat sungai tersebut lagi dengan tempat yang berbeda, kali
ini bukan bidadari yang aku lihat melainkan anak-anak kecil yang bercanda ria
tanpa busana juga dan terakhir aku pergi ke salah satu desa yang ada di Jember
yaitu Desa Gunung Pasang Kecamatan Panti. Di desa tersebut ada sebuah sungai
yang dijadikan sebagai kolam dimana mereka penuh suka cita menikmati hidup masa
kecilnya dengan berenang bersama teman-teman di sungai yang jernih, di sisi
lain bila menengok ke kota orang-orang pemangku amanah rakyat sedang riuh ramai
beradu argumen mengenai Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah Jember 2011-2031.
Perda yang diusulkan sangat menguntungkan sekali, namun sayang keuntungan besar
tesebut hanya dimiliki para pemilik modal melalui penyediaan lahan tambang
emas, perak, tembaga, galena, mangan, pasir besi, migas, dan lain sebagainya
ditambah industri di beberapa tempat di Jember.
Sungguh kaya Jember dengan kekayaan alam
melimpah dan juga pemandangan-pemandangan yang dapat memanjakan mata saat ini.
Apabila Perda tersebut disahkan dengan hasil yang diajukan tersebut maka saat
berjalan-jalan di Jember akan ditemui gumpalan-gumpalan asap industri yang
saling antri menuju ke awan dan juga bahan-bahan pembuangan tambang atau
industi yang berenang renang di sungai dan menyelinap di tanah-tanah. Terkadang
keuntungan ekonomi yang terbatas atau hanya beberapa tahun saja dijadikan
sebagai patokan utama dalam hal pembangunan tanpa memikirkan dampak ekologi
yang sangat lama dan penuh dengan usaha keras untuk memperbaikinya atau mungkin
sudah tidak dapat diperbaiki karena punah seperti rusaknya tanah, hutan, udara,
sungai, danau, satwa, flora ataupun manusia itu sendiri.
Sangat
memilukan sekali apabila bila harus mendengar beberapa fauna, flora dan anak
cucu kita pada masa depan harus menanggung ini semua, hanya karena karena
ketokan palu pemberi kebijakan. Apakah
anak cucu kita nanti bisa menghirup udara bersih dari asap-asap pembakaran,
makan, minum dan mandi dengan air yang bersih tanpa tercampur merkuri ataupun
zat-zat kimia lainnya, tanah-tanah yang dapat ditanami, atau ikan-ikan bisa
bebas berenang bebas di sungai tanpa harus bersaing dengan sampah-sampah serta
ditemani zat-zat kimia, flora-flora yang bisa hidup tenang tanpa harus stress
memikirkan bagaimana menghindar dari ulah-ulah manusia.
Aku
teringat dengan kota kelahiranku yang berbasis industri dan sebagai satelit
dari ibu kota. Sebuah daerah yang panas seakan-akan berada di gurun pasir
memiliki pepohonan. Asap industri yang menggumpal di daerah kawasan dan sungai-sungai
yang berwana hijau tua dan berbau busuk yang dipenuhi oleh sampah-sampah rumah
tangga dan industri, karena inilah aku merasa aneh dengan Jember saat melintas
di sungai Bedadung begitu dekatnya sungai-sungai bagi warganya sehingga sungai
masih dimanfaatkan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga, warga kota
juga begitu dekatnya dengan sungai sehingga mereka memanfaatkan sungai sebagai
tempat pembuangan sampah. Bagaimana keinginan mereka mengenai bebas banjir
dapat teselesaikan sedangkan paradigma sebagian besar masyarakat seperti itu.
Sekarang
aku juga khawatir adanya konspirasi baik di tingkat DPR ataupun di kalangan
masyarakat dengan pihak-pihak tertentu, mendengar informasi dari Cak Giri yang
mengatakan bahwa yang menentang adanya industri dan pertambangan hanya ada satu
fraksi. Sangat disayangkan ternyata penglihatan orang-orang pengambil kebijakan
hanya peka terhadap yang berkaitan dengan ekonomi atau hanya untuk
golongan-gollongan tertentu yang pro ataupun memiliki andil terhadap keberadaan
mereka saat ini. Di sisi lain seorang pemimpin Jember yang selalu mengundang
kontroversial dari kata-kata yang terlontar seperti seperti “apabila Nuklir
ingin di taruh di Jember. Jember siap”,
dan juga ingin mengurangi lahan pertanian dan lain sebagainya.
Di
kalangan masyarakat aku khawatir dimana ada beberapa orang yang mampu dilemahkan
dengan uang dan hanya mampu berpandangan jangka pendek, sulit memang untuk
melihat dari masyarakat di sisi lain kita hanya mengkritik mereka dalam hal ini
sedangkan kita tidak dapat membantu mereka. Namun yang menjadi hati semakin
panas adalah mereka dijadikan sebagai alat untuk memperkuat keinginan dari
orang-orang tertentu dengan mengadu domba mereka.
Kebijakan ekonomi diimbangi dengan ekologi
adalah prospek kehidupan yang makmur sesungguhnya untuk masa depan…
Tidak
ada salahnya kita membela lingkungan (mujahidin lingkungan), jangan sampai
kata-kata pepatah yang sering kita dengar terjadi, air susu dibalas air tuba,
alam telah memberikan segalanya untuk kita tanpa pamrih kita membalasnya dengan
merusaknya.