suasana peresmian gedung fakultas sastra 1976 (foto diambil dari buku DPRD Dalam Perkembangan Kabupaten Jember buku II) |
Ungkapan kata-kata tersebut sepertinya tidak asing di
telingan siapapun, sebuah buku yang diterbitkan salah satu Pahlawan Nasional
Indonesia R.A. Kartini, sebagai ucapan terimakasih kepada beliau setiap tanggal
21 April dirayakan sebagai hari kartini yang tidak lain adalah hari
kelahirannya. Perlu diperhatikan tulisan ini tidak menceritakan tentang Kartini
ataupun sejarahnya, saya menghubungkan istilah Habis Gelap Terbitlah Terang
merujuk kepada Tegal Boto.
Apa hubungannya Tegal Boto dengan istilah
tersebut?
Kali ini dan
lagi-lagi saya akan membahas masalah sejarah Universitas Jember, sebelum
dijadikan sebagai masterplan plan kawasan kampus, Tegal Boto merupakan suatu
hunian yang rawan diantaranya adalah masalah penyamunan. Saya kira bukanlah hal
yang mustahil sebab kawasan Tegal Boto bagaikan pulau yang terisolasi dan gelap
pada waktu itu. Diapit oleh dua sungai besar yaitu sungai Bedadung dan sungai
Antirogo yang ketika hujan besar tentu tidak dapat dilewati.
Bagaikan kota
mati jika hujan terus-menerus, hal tersebutlah yang mendorong masyarakat Tegal
Boto melakukan berbagai cara agar daerah mereka tetap terhubung dalam kondisi
apapun diantaranya dengan membuat getek (perahu kecil) dan membangun beberapa
jembatan sederhana yang terbuat dari bambu (geladak sesak). Jika dibayangkan
betapa terpencilnya Tegal Boto pada waktu itu, padahal jika dipikirkan jarak
antara Tegal Boto dengan pusat pemerintahan (alun-alun) tidak terlalu jauh
namun kondisinya sangat memperihatinkan, aksestabilitaslah yang menjadi faktor
utama dalam tragedi ini.
Kawasan Tegal
Boto mulai terasa seperti hidup ketika daerah tersebut ditetapkan sebagai
kawasan kampus sejak zaman Bupati Soedjarwo (Bupati Botol Kosong), yang
kemudian didukung oleh Pemda Kabupaten Jember yang menjadi daerah isolasi
tersebut menjadi pusat pendidikan dan sebagai kota Satelit kedua bagi wilayah
Jember seperti yang terdapat dalam Master Plan Kabupaten Jember.
Mulailah
pembangunan akses masuk dibuat seperti pembangunan jembatan Soedjarwo oleh CV
Dayat kemudian dilanjutkan pembangunan jembatan semanggi oleh Pemkab Jember. Dari pihak universitas yang dimotori oleh
Soetardjo untuk meminta bantuan dana dari pemerintah pusat dan berhasil
sehingga didirikanlah beberapa bangunan perkuliahan dalam satu lokasi seperti
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (1972), Fakultas Sastra (1976), gedung
Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) (1976), Sport Hall, Perpustakaan, Masjid dan
lain sebagainya.
Mulai saat
itulah daerah yang “gelap” berubah menjadi “terang”, daerah yang sebelumnya
tempat penyamun kini menjadi daerah pendidikan, daerah yang dulunya sepi kini
menjadi daerah yang ramai pengunjungnnya. Daerah terisolasi kini menjadi daerah
yang terbuka. Salah satu faktornya tidak lain adalah karena adanya UniversitasJember.
“Karena ada bunga mati, maka banyaklah buah yang
tumbuh. Demikianlah pula dalam hidup manusia. Karena ada angan – angan muda
mati, kadang – kadang timbullah angan – angan lain, yang lebih sempurna, yang
boleh menjadikannya buah.” (R.A. Kartini)
1 comments:
Kak aku lagi magang di perusahaan skincare di jember, Elzaura Beauty Skincare,
disini bahan skincarenya alami, bisa buat kulit wajah bersih, ga kusam, aku tertarik mau aku buat jadi bahan skripsi aku nanti, ada saran kah kak gimana langkah yang harus aku tempuh?
Posting Komentar